Norasyikin secara khusus diundang oleh penyelenggara program untuk menjadi tuan rumah acara lain yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Rehabilitasi Negeri Sembilan untuk Cacat (PPOKUNS) bekerja sama dengan Perhimpunan Kesejahteraan Pekerja Islam (PKPI) Pelabuhan Dickson TNB. Saat ditemui, Norasyikin yang berasal dari Felda Bukit Rokan Utara Johol ini mulai mendapat bimbingan mengaji menggunakan huruf braille saat berusia 13 tahun saat bertugas di Taman Sinar Harapan Temerloh Pahang.
“Saya mendapat bimbingan disana selama empat tahun kemudian melanjutkan belajar Alquran di Bengkel OKU Seri Perkasa Johol, di bawah bimbingan mantan kepala bengkel yang kini telah meninggal dunia. “Selama kurun waktu itu, saya diajari menguasai Alquran menggunakan huruf braille, termasuk istilah taranum. “Alhamdulillah saya mampu menguasainya dengan baik dan alhasil saya sudah dua kali menjuarai pengajian tunanetra di tingkat Negeri Sembilan tahun 2014 dan 2015. “Tapi, saat mewakili Negeri Sembilan di tingkat nasional di tahun yang sama, saya hanya mendapat tempat hiburan,” ujarnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Presiden PPOKUNS, Hassan Abdul Rahman dan Manajer Workshop Seri Sembilan, Harunarrsheed Mohd Ibrahim.Khotbah independen Syamsul Amri Ismail atau lebih dikenal dengan Syamsul Debat menyampaikan ceramah Maulidur Rasul bertajuk Masih Ada Cinta. Norasyikin yang juga merupakan anak keenam dari 11 bersaudara dengan empat orang berstatus OKU ini sangat bersyukur meski hidupnya sangat memprihatinkan.
Ia yang kini mengelola toko kelontong di Bengkel Seri Perkasa Johol itu berniat membimbing teman-temannya yang berstatus sama dalam menguasai pengajian. “Saya ingin berbagi pengetahuan dan keterampilan ini dengan orang lain, terutama tunanetra. “Saya sangat mengapresiasi dukungan dan bantuan serta bimbingan dari staf Workshop Seri Perkasa,” ujarnya. Sementara itu, Syamsul Debat mengaku terpesona dengan kemampuan Norasyikin membaca Alquran dengan baik. “Dia bisa menjadi contoh individu bagi tunanetra,” ujarnya.